Beritatrend.com. -Jakarta rabu, 29/0524. Polemik terkait pemotongan gaji untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) kembali memanas. Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar, yang akrab disapa Cak Imin, mengungkapkan bahwa DPR berencana memanggil sejumlah pihak terkait kebijakan kontroversial ini. Pemanggilan tersebut bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan yang dianggap membebani para pekerja.
“Pemanggilan ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan pemotongan gaji tidak menambah beban ekonomi bagi pekerja yang sudah berat. Kita harus mengevaluasi agar kebijakan ini tidak menjadi beban baru,” ujar Cak Imin dalam tayangan Kompas TV, Rabu (29/5/2024).
Kebijakan ini memang menjadi sorotan setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang mengubah PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Berdasarkan aturan baru ini, pegawai negeri dan swasta serta pekerja mandiri akan dikenai pemotongan gaji hingga 3 persen untuk Tapera. Rinciannya, 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5 persen oleh pekerja. Sedangkan pekerja mandiri menanggung penuh 3 persen dari penghasilannya.
Tidak hanya DPR, kebijakan ini juga ditolak keras oleh Partai Buruh. Wakil Ketua Umum Partai Buruh, Agus Supriyadi, menyatakan bahwa kebijakan tersebut memberatkan pekerja secara finansial. “Secara tegas Partai Buruh menolak PP Tapera yang baru disahkan. Buruh mendapatkan beban untuk pembayaran 2,5 persen yang akan dipotong dari upah atau gaji,” ujar Agus.
Cak Imin sendiri mengakui bahwa situasi ekonomi saat ini memang membuat pemotongan gaji untuk Tapera cukup memberatkan. “Ya kalau nuansa ekonomi kita hari ini, memang keberatan,” kata Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Menanggapi berbagai penolakan, pemerintah dan BP Tapera diharapkan hadir dalam pemanggilan oleh DPR untuk memberikan penjelasan dan mencari solusi terbaik. Meskipun begitu, peraturan ini tetap memberikan ruang untuk evaluasi ke depannya.
Sementara itu, para pekerja terus berharap agar kebijakan ini dapat ditinjau kembali dan tidak menambah beban di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit. Polemik ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi dan transparansi dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah, terutama yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.