JAM-Pidum Setujui Penyelesaian 32 Kasus Melalui Restorative Justice, Termasuk Kasus Pencurian di Bali

Jaksa Agung Republik Indonesia, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, telah menyetujui penyelesaian 32 perkara dengan menggunakan mekanisme Restorative Justice.

Beritatrend.com. -Jakarta Selasa, 17/09/24. Jaksa Agung Republik Indonesia, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, telah menyetujui penyelesaian 32 perkara dengan menggunakan mekanisme Restorative Justice. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah kasus pencurian dompet oleh RD. Gieta Permata Putri yang terjadi di Bali.

Peristiwa pencurian ini terjadi pada malam 4 Juli 2024 di Malverde Club, Seminyak, Kuta Utara. RD. Gieta Permata Putri, setelah mengantar tamu, melihat dompet tanpa pemilik di atas meja. Dia mengambil dompet tersebut yang berisi uang dan buku tabungan, namun kemudian diberikan dompetnya kepada tukang ojek setempat. Aksi tersebut terdeteksi oleh CCTV klub, dan RD. Gieta diamankan saat mencoba masuk kembali.

Kejaksaan Negeri Badung, yang menangani kasus ini, menginisiasi penyelesaian perkara melalui Restorative Justice. RD. Gieta Permata Putri mengakui kesalahannya, meminta maaf kepada korban, dan mengembalikan uang sebesar Rp8.000.000. Korban menerima permintaan maaf dan meminta penghentian proses hukum terhadap tersangka.

Kepala Kejaksaan Negeri Badung, Sutrisno Margi Utomo, bersama Jaksa Fasilitator, mengajukan permohonan penghentian penuntutan yang disetujui oleh JAM-Pidum pada hari ini. Proses perdamaian ini dilakukan secara sukarela tanpa tekanan, dan disetujui oleh kedua belah pihak serta dianggap tidak merugikan masyarakat.

Selain kasus ini, 31 perkara lainnya juga diselesaikan melalui Restorative Justice, meliputi berbagai jenis pelanggaran dari pencurian hingga penganiayaan. Penerapan Restorative Justice ini mempertimbangkan berbagai faktor seperti niat baik tersangka, belum adanya hukuman sebelumnya, serta kesepakatan antara tersangka dan korban.

JAM-Pidum mengingatkan bahwa keputusan ini diambil untuk memastikan keadilan yang lebih humanis dan efektif, dan diharapkan dapat memberikan manfaat lebih besar daripada proses peradilan tradisional. Para Kepala Kejaksaan Negeri diinstruksikan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Dengan langkah ini, diharapkan tercipta kepastian hukum yang berkeadilan, serta mendukung upaya perbaikan dan pemulihan sosial di masyarakat.(Muslim J). *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *