Beritatrend.com. – Jakarta Sabtu, 30 November 2024 — Polemik tanah di Jakarta Timur semakin memanas setelah Ketua Umum Coperlink, Junaedi Siahaan, mengungkap dugaan keterlibatan oknum pejabat Kantor Pertanahan (Kantah) BPN Jakarta Timur dalam praktik mafia tanah. Dugaan tersebut muncul menyusul lambannya proses permohonan blokir Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No 5152/Klender yang sudah berlangsung berbulan-bulan tanpa ada kejelasan.
Junaedi yang juga kuasa ahli waris tanah yang bersengketa tersebut menuntut agar Kantah BPN segera bertindak atas bukti-bukti cacat administrasi yang cukup kuat, yang seharusnya sudah cukup untuk membatalkan SHGB tersebut. Menurutnya, proses permohonan blokir yang berlarut-larut menandakan adanya kejanggalan, yang diduga sengaja dilakukan oleh oknum di Kantah BPN Jakarta Timur.
Tindak Lanjut Menteri ATR/BPN Diharapkan Tidak Hanya Wacana
Dalam kesempatan tersebut, Junaedi juga mendukung langkah Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, yang berjanji akan menindak tegas oknum pejabat BPN yang terlibat dalam permainan mafia tanah. Namun, Junaedi menekankan bahwa dukungan ini harus dibuktikan dengan tindakan nyata, bukan sekadar wacana di media.
“Kami dukung Menteri Nusron, tapi jangan hanya bicara. Kami membawa bukti ke KPK, bahwa ada dugaan suap puluhan miliaran rupiah yang diterima Sudarman, Kepala Kantah BPN Jakarta Timur, yang berani menerbitkan SHGB di atas tanah seluas 9 hektar lebih di Klender saat tengah berperkara. Ini jelas melanggar aturan,” ujar Junaedi.
Keterlibatan Oknum BPN dan Dugaan Suap
Salah satu titik masalah terletak pada penerbitan SHGB di atas tanah yang tengah berperkara. Menurut informasi yang diperoleh, tanah tersebut terletak di Jalan I Gusti Ngurah Rai dan telah dibangun bangunan ruko oleh pengembang. Namun, tanah tersebut masih dalam sengketa, dengan ahli waris yang sah belum melakukan pelepasan hak atas tanah tersebut.
Junaedi menjelaskan bahwa SHGB yang diterbitkan di atas tanah seluas 9,5 hektar ini tidak memiliki izin dari Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan Pemprov DKI Jakarta (SIPPT) dan belum ada pelepasan hak dari ahli waris yang sah. Lebih mengejutkan lagi, SHGB ini terbit meskipun tanah tersebut masih dalam proses sengketa di pengadilan.
“Ini jelas melanggar aturan. Belum ada SIPPT, tidak ada pelepasan hak dari ahli waris yang sah, dan masih dalam proses di pengadilan, kok bisa terbit SHGB?” tandas Junaedi.
Seiring dengan perkembangan kasus ini, dugaan suap yang melibatkan Sudarman, Kepala Kantah BPN Jakarta Timur, semakin menguat setelah istrinya diketahui memamerkan barang-barang mewah senilai miliaran rupiah melalui media sosial. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa uang hasil suap tersebut berasal dari perusahaan properti yang menguasai SHGB tersebut.
Junaedi menduga bahwa perusahaan properti yang mendapatkan SHGB di atas tanah girik C119 milik keluarga Sukmawijaya tersebut mungkin telah memberikan suap puluhan miliaran rupiah untuk memuluskan proses penerbitan SHGB. Perusahaan yang terlibat, lanjutnya, kemudian berhasil menjual ruko dan kavling tanah yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
“Aset properti yang dijual oleh perusahaan ini bernilai triliunan rupiah. Jadi wajar kami menduga, perusahaan tersebut melakukan suap puluhan miliaran rupiah agar bisa terbit SHGB di atas tanah yang sedang berperkara,” ungkap Junaedi.
Kasus ini telah mencuri perhatian publik, mengingat dampaknya yang sangat besar bagi kepentingan masyarakat, terutama dalam upaya melindungi hak tanah rakyat dari praktik mafia tanah. Dengan bukti-bukti yang telah diserahkan ke KPK, Junaedi berharap bahwa lembaga antikorupsi tersebut dapat segera melakukan penyelidikan yang transparan dan menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam kasus ini.
Masyarakat pun berharap agar pihak berwenang segera bertindak untuk menghentikan praktik mafia tanah yang merugikan rakyat dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga BPN. (Faisol). *