Kontroversi Tukang Martabak di Medan: Antara UU ITE dan Pencemaran Nama Baik

Kabar tentang seorang tukang martabak di Medan yang dilaporkan ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik melalui UU ITE oleh Dinas Perhubungan (Dishub) setempat telah menjadi sorotan hangat.

Beritatrend.com -Jakarta kamis,16/05/24. Kabar tentang seorang tukang martabak di Medan yang dilaporkan ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik melalui UU ITE oleh Dinas Perhubungan (Dishub) setempat telah menjadi sorotan hangat. Namun, apakah viralitas sebuah kebenaran benar-benar melanggar UU ITE? Kami duduk bersama Bang Hotmat Paris, seorang ahli hukum yang memberikan sudut pandangnya.

Menurut Hotmat Paris, fenomena ini mencerminkan kompleksitas dalam penerapan UU ITE di tengah maraknya konten viral di media sosial. “Kita harus memahami bahwa UU ITE tidak semata-mata melarang penyebaran informasi, tetapi lebih kepada konteks dan dampak dari informasi yang disebarkan,” ujar Hotmat.

Ia menyoroti bahwa dalam kasus ini, penting untuk membedakan antara berita palsu (hoaks) yang dengan sengaja menyesatkan masyarakat, dan sekadar menyampaikan informasi atau opini yang kemudian menjadi viral. “Jika apa yang disampaikan oleh tukang martabak tersebut adalah pandangan pribadi atau pengalaman langsungnya, maka hukum seharusnya memberikan ruang untuk kebebasan berekspresi,” tambahnya.

Namun, Hotmat juga menekankan bahwa kebebasan berekspresi tidak berarti tanpa batas. “Apabila apa yang disampaikan oleh tukang martabak tersebut dengan sengaja merusak reputasi individu atau institusi dengan menyebarkan informasi palsu atau menyesatkan, maka itu bisa dianggap sebagai pelanggaran UU ITE,” jelasnya.

Kontroversi ini juga memunculkan pertanyaan tentang peran pemerintah dalam mengedukasi masyarakat tentang penggunaan internet dan media sosial secara bertanggung jawab. “Pemerintah perlu memberikan pemahaman yang lebih baik tentang batasan-batasan dalam berekspresi online dan bagaimana memfilter informasi yang benar dari yang tidak,” papar Hotmat.

Dalam era di mana informasi dapat dengan mudah menyebar dan memengaruhi opini publik, penting untuk memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang hukum dan etika dalam bermedia sosial. Semoga kasus ini menjadi momentum untuk refleksi bersama tentang bagaimana kita berinteraksi dan berkomunikasi dalam dunia digital yang semakin kompleks ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *