Beritatrend.com. -Manggarai NTT Sabtu, 05/10/24, Penangkapan Herry Kabut, Pemimpin Redaksi Media Floresa, oleh aparat kepolisian saat meliput protes warga Poco Leok terhadap proyek Geothermal pada 2 Oktober 2024, menuai kecaman luas. Insiden ini menyoroti ancaman terhadap kebebasan pers dan hak asasi manusia di Indonesia, yang seharusnya dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999.
Dalam aksi protes tersebut, Herry dan beberapa peserta lain ditangkap secara paksa. Saksi mata melaporkan bahwa Herry diseret dan dianiaya secara fisik oleh aparat. Erick Tanjung, Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), menegaskan bahwa tindakan kekerasan ini merupakan pelanggaran berat terhadap hak dan perlindungan pekerja pers.
Proyek Geothermal yang dijalankan oleh PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai telah memicu penolakan dari masyarakat yang merasa tanah mereka terancam. Keberadaan aparat keamanan, termasuk TNI dan Polisi Pamong Praja, dalam pengamanan proyek ini berujung pada bentrokan yang menyebabkan sejumlah warga terluka.
KKJ mengecam tindakan aparat yang menghalangi peliputan dan meminta penegakan hukum terhadap pelanggar, sesuai dengan Pasal 18 UU Pers. Sanksi terhadap pelanggaran ini bisa mencapai 3 tahun penjara atau denda hingga Rp 500 juta.
Menanggapi situasi ini, masyarakat dan berbagai kalangan pemerhati hak asasi manusia menyerukan perlunya tindakan tegas terhadap aparat yang terlibat. Mereka juga mengingatkan bahwa rakyat harus gigih memperjuangkan hak mereka dan tidak takut menghadapi kekerasan.
Penangkapan Herry Kabut bukan hanya serangan terhadap kebebasan pers, tetapi juga sebuah peringatan bagi semua pihak bahwa perlindungan terhadap hak asasi manusia dan etika dalam penegakan hukum harus diutamakan. Masyarakat sipil diharapkan untuk terus bersuara demi keadilan dan menegakkan etika moral dalam setiap tindakan. (Jacod Ereste). *