Petani Ku Sayang, Petani Ku Malang: Suara Petani Indonesia di Hari Tani

Mirah Sumirat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) dan Presiden Women Committee Asia Pasifik di UNI Apro, menyampaikan pesan mendalam dalam rangka Hari Tani.

Beritatrend.com. -Jakarta Selasa, 24/09/24. Mirah Sumirat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) dan Presiden Women Committee Asia Pasifik di UNI Apro, menyampaikan pesan mendalam dalam rangka Hari Tani. Dalam pernyataan persnya, ia menyoroti nasib petani yang kian memprihatinkan di tengah dinamika kehidupan modern.

Mirah mengungkapkan keprihatinan bahwa banyak lahan pertanian yang dulunya subur kini telah beralih fungsi menjadi perumahan, ruko, hotel, dan fasilitas lain. “Kehidupan petani tidak kunjung memberikan harapan. Banyak yang terpaksa menjual tanahnya dan beralih menjadi buruh tani di lahan yang dulu mereka miliki,” jelasnya.

Kondisi ini diperparah dengan banyaknya tanah yang tidak diolah, dibeli oleh investor yang menunggu harga naik. Petani yang masih memiliki lahan menghadapi berbagai tantangan, termasuk cuaca yang tidak menentu dan kesulitan akses terhadap pupuk subsidi. Hasil panen yang sering gagal, ditambah dengan harga jual yang anjlok, membuat banyak petani terjebak dalam siklus kemiskinan.

Mirah juga menyoroti hilangnya generasi muda dari sektor pertanian. Banyak dari mereka meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di kota, sering kali tanpa keterampilan yang memadai dan tanpa jaminan sosial. “Kondisi ini menciptakan dampak serius, tidak hanya bagi desa tetapi juga untuk perkembangan industri di kota-kota besar,” ujarnya.

Isu kedaulatan pangan menjadi semakin mendesak. Harga beras yang terus melambung tidak sebanding dengan kesejahteraan petani yang tetap miskin. Mirah menekankan pentingnya evaluasi terhadap ketergantungan Indonesia pada impor pangan. “Saatnya kita kembali memikirkan nasib petani. Indonesia adalah negara agraris, seharusnya petani bisa menikmati hasil dari tanah yang mereka garap,” imbuhnya.

Dalam penutup, Mirah mengingatkan kita untuk tidak membiarkan keadaan ini terus berlanjut, mengutip pepatah, “Bagaikan tikus mati di lumbung padi.” Saatnya untuk mengembalikan perhatian pada petani, agar mereka bisa merasakan keberkahan dari tanah yang mereka olah.

Pernyataan ini menjadi seruan bagi seluruh elemen masyarakat untuk lebih menghargai dan mendukung petani, serta mengatasi masalah yang mereka hadapi demi masa depan pertanian Indonesia yang lebih baik. (Afrizal). *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *