Beritatrend.com. -Jakarta Jum’at,21/06/24. Resolusi PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) pada 15 Maret 2022 tentang Anti Islamophobia patut di aptesiasi oleh seluruh warga bangsa Indonesia-termasuk non Muslim-karena resolusi PBB tersebut mengingatkan kepada suluruh umat beragama di Indonesia untuk saling menjaga dan menghargai sesama umat beragama agar tidak terjadi bentuk phobia kepada pihak manapun, khususnya bagi segenap umat beragama untuk melakulan kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan tanpa rasa takut atau saling mencurigai antar sesama umat beragama lainnya.
Jalinan keakraban antar umat beragama dapat dicontoh dari pembangunan terowongan silaturachmi yang menguubungkan Masjid Agung Istiqlal Jakarta dengan Katedral tempat bermukimnya Ignatius Kardinal Suharyo sekaligus komplek ibadah umat Katolik yang ada.
Terowongan silaturachmi yang menghubungkan Masjid Agung Istiqlal dengan Katedral di Jakarta merupakan simbol persaudaraan yang dapat diwujudkan di berbagai tempat lain — dalam bentuk yang berbeda — namun hakekat dari jalinan itu mempererat dan memperguyub jalinan dari persaudaraan yang akrab, seperti yang telah diisyaratkan dalam Al Qur’an, makna terdalam dari kajum dinikum waliyadin.
Begitulah agama yang sempurna memposisikan umat beragama — bahwa penghormatan dan penghargaan terhadap umat beragama lain wajib menjadi perhatian yang tidak boleh diabaikan. Karena sikap terpuji seperti itu merupakan perintah langsung dari langit.
Dalam kontek kerukunan dan keguyuban antar umat beragama ini pun, semoga dalam kunjungan Paus Fransiscus pada 3- 5 Juli 2024 ke Jakarta, dapat semakin meyakinkan dengan berkenannya Pemimpin Umat Katolik se dunia ini ke Masjid Agung Istiqlal — setelah mengadakan acara di Katedral — dapat memperkukuh jalinan persaudaraan antar umat beragama di Indonesia yang sesungguhnya, tidak memiliki masalah yang selalu dikesankan tegang dan meregang.
Resolusi PBB pun yang dimaklumatkan pada 15 Maret 2022 silam itu, tidak mendapat respons pisitif dari berbagai pihak — utananya pemerintah — karena kedangkalan pemagaman bila resolusi yang justru dominan ditanda tangani oleh perwakilan nefara non Muslim di PBB itu sesungguhnya tidak kalah penting serta menguntungkan umat non Muslim.
Karena itu perjuangan Aspirasi Emak-emak Indonesia yang dibesut oleh Wati Imhar Burhanudin bersama Jatiningsih serta kawan-kawan, patut dan penting diapresiasi, sebab kegigihan tekad mereka untuk mengukuhkan tanggal 15 Maret masuk dalam kalender nasional dan hari libur resmi, supaya bisa terpatri dalam hati sanubari serta ingatan setiap orang bahwa sikap phobia terhadap umat beragama itu, sungguh tidak logis dan tidak bisa dibenarkan. Apalagi jalinan kerukunan dan keguyuban antar umat beragama di Indonesia sudah cukup baik dan tidak boleh dirusak oleh siapapun, termasuk oleh rezim penguasa sekalipun. (Jacob Ereste).*