Beritatrend.com. -Palembang Senen, 09/09/24. Kasus tragis pembunuhan dan pemerkosaan siswi SMP AA (13) di Palembang menyita perhatian publik setelah Kepolisian memutuskan untuk memulangkan tiga pelaku anak-anak, yakni MZ (13), NS (12), dan AS (12). Keputusan ini memicu perdebatan mengenai keadilan dan penegakan hukum.
Menurut Abdul Fickar Hajar, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, keputusan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana yang melibatkan anak-anak. Hajar menjelaskan bahwa dalam sistem peradilan anak, terdapat beberapa perbedaan signifikan dibandingkan dengan orang dewasa.
Pertama, sidang untuk kasus anak-anak dilaksanakan tertutup, hanya melibatkan pihak-pihak terkait seperti saksi dan orang tua. Kedua, hukuman seumur hidup dan hukuman mati tidak diterapkan pada anak-anak. Ketiga, hukuman yang dijatuhkan pada anak-anak biasanya lebih ringan, yakni separuh dari hukuman orang dewasa. Misalnya, jika hukuman maksimal bagi orang dewasa adalah 20 tahun, maka bagi anak-anak bisa maksimal 10 tahun.
“Dalam Undang-Undang Peradilan Anak, usia yang dapat diadili adalah antara 9 hingga 18 tahun kurang satu hari. Anak berusia 9 hingga 12 tahun tanggung jawab hukum ditanggung oleh orang tua, sementara usia 12 hingga 18 tahun sudah bisa bertanggung jawab sendiri di hadapan hukum,” ungkap Hajar.
Dalam kasus ini, MZ, NS, dan AS yang berusia antara 12 hingga 13 tahun dipulangkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mereka diduga terlibat dalam perbuatan keji yang dilakukan oleh IS (16), pelaku utama yang merasa cemburu setelah cintanya ditolak oleh korban. IS diduga mengajak ketiga pelaku untuk menyekap, memperkosa, dan membunuh korban pada Minggu (1/9/2024). IS juga dilaporkan terpengaruh oleh film dewasa yang menambah motivasinya.
Keputusan ini menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. Beberapa menilai bahwa sistem hukum untuk anak-anak perlu diperbaiki agar lebih menegakkan keadilan, sementara yang lain memahami bahwa sistem tersebut bertujuan memberikan kesempatan rehabilitasi bagi pelaku anak-anak. Pihak kepolisian, didampingi Biro SDM Polda Sumsel, sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap IS untuk menilai kondisi psikologisnya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perhatian dan perlindungan terhadap anak-anak, baik sebagai korban maupun pelaku kejahatan.