Beritatrend.com. -Jakarta Jum’at, 23/08/24. Kalau pun BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) tak hendak dibubarkan, akan tetap elegan juga jika Ketua Dewan Pengarah dengan seluruh anggotanya undur diri agar tidak ikut terdegradasi harkat dan martabatnya yang terhormat itu akibat ulah Kepala BPIP yang sudah menunjukkan kedunguan.
Setidaknya bukan hanya masalah jilbab yang dia paksakan untuk tidak dipakai oleh 18 orang Paskibraka Putri pada perayaan HUT RI Ke-79 di IKN (Ibu Kota Nusantara), tapi keculasan Yudian Wahyudi pernah melontarkan bahwa agama itu adalah musuh Pancasila. Lantas pernyataan yang kontroversial ini juga sempat membuat gaduh masyarakat. Artinya dapat dipahami bahwa seluruh umat beragama itu adalah musuh Pancasila.
Jika sungguh benar begitu adanya, adakah yang pernah dilakukan oleh BPIP – setidaknya untuk meredakan permusuhan yang sudah diklaim terjadi antara agama dan Pancasila ?
Agaknya tak ada reputasi dari BPIP selama ditinggal Prof.Dr. Yudi Latif hingga dikeloni Yudian Wahyudi sampai hari ini yang terkait dengan fungsi dan tugas pokok BPIP melakukan pembinaan ideologi Pancasila yang tidak pernah diwujudkan, minimal agar perilaku pejabat publik tidak culas melakukan penyelewengan, pengkhianatan dan membiarkan rakyat dirundung kemiskinan serta kebodohan.
Yang Pancasilais itu adalah orang atau manusia yang memilki rasa malu serta harga untuk tidak membebek hanya untuk mendapat jabatan dan gaji buta yang sangat besar — seperti upah dari personil BPIP — yang berlipat-lipat tingginya di banding UMR ,(Upah Minimum Regional) kaum buruh di DKI Jakarta yang terbilang paling tinggi di seluruh Indonesia. Jadi sungguh tidak Pancasilais, seperti yang ingin dicapai dari sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Betapa tidak, gaji ratusan juta rupiah yang diterima oleh petinggi BPIP itu adalah uang dari keringat rakyat. Sementara petinggi BPIP yang banyak melakukan apa-apa, bisa dan mau menerima hasil dari tetesan keringat rakyat yang dominan masih dirundung kemiskinan.
Karena itu, kalau BPIP tak hendak dibubarkan, yang tidak kalah ideal dan elegan adalah sejumlah tokoh yang tersekap dalam badan pembina ideologi yang semakin tidak jelas juntrungannya itu segera ditinggal agar nama baik serta reputasi yang sudah melekat dalam ingatan rakyat tidak ikut luntur dan tifak sampai hilang nilainya dari pandangan — penghormatan — masyarakat.
Pilihan BPIP dibubarkan atau semua anggota BPIP memilih me mengundurkan diri merupakan alternatif terbaik untuk seluruh rakyat — termasuk anggota BIPI sendiri yang masih memiliki harga diri dan menjunjung tinggi martabat manusia agar tidak dijadikan obyek bulan-bulanan oleh ulah BPIP yang sungguh sangat tidak Pancasilais. (Jacob Ereste). *