DPP KAMPUD Soroti Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah: Demokrasi atau Privatisasi?

Beritatrend.com. – Bandar Lampung – Pembahasan revisi Undang-Undang (UU) TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, menuai kritik tajam dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda untuk Demokrasi (KAMPUD).

Ketua Umum DPP KAMPUD, Seno Aji, menilai pemilihan tempat ini mengabaikan asas keterbukaan dan bertentangan dengan prinsip efisiensi yang ditekankan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.

“Pembahasan yang seharusnya melibatkan publik justru dilakukan di ruang privat yang sulit diakses oleh masyarakat umum. Ini bukan hanya menciderai asas keterbukaan, tetapi juga seolah-olah mengubahnya menjadi asas privatisasi,” tegas Seno Aji dalam keterangan persnya, Minggu (16/3/2025).

Menurutnya, dalam prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan, setiap tahap harus transparan dan memberikan akses bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi serta memberikan masukan.

Namun, dengan lokasi pembahasan yang terbatas pada lingkup eksklusif hotel bintang lima, keterlibatan publik menjadi nyaris mustahil.

Tak hanya soal keterbukaan, Seno juga menyoroti aspek pengelolaan anggaran. Dengan adanya Inpres tentang efisiensi belanja APBN dan APBD, seharusnya DPR RI sebagai representasi rakyat turut menyesuaikan diri.

“Jika Presiden sudah menginstruksikan efisiensi, mengapa DPR justru memilih lokasi yang bertolak belakang dengan semangat penghematan anggaran?” tanyanya.

Efisiensi Versi DPR: Hotel Mewah Sudah Tradisi?

Menariknya, Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, tampak santai menanggapi kritik tersebut. “Efisiensi itu kan pendapatmu,” ujarnya ketika ditanya soal pemilihan tempat rapat di Hotel Fairmont.

Lebih lanjut, politikus PDI-P itu menyebut bahwa pemanfaatan hotel mewah sebagai lokasi rapat bukanlah hal baru.

“Dari dulu DPR memang sudah biasa rapat di hotel seperti ini, coba kamu cek,” katanya. Pernyataan ini justru semakin memantik pertanyaan: apakah “tradisi” ini memang harus terus dipertahankan, meskipun ada seruan efisiensi dan transparansi?

BPKP Diminta Turun Tangan

Tak ingin polemik ini berlalu begitu saja, Seno Aji mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit terhadap anggaran rapat yang digunakan oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI.

“Jika anggaran tidak sejalan dengan Inpres, maka perlu diaudit. Jangan sampai ada pemborosan yang justru merugikan rakyat,” tegasnya.

Hingga saat ini, pihak DPR belum memberikan tanggapan lebih lanjut terkait permintaan audit tersebut.

Namun, di tengah sorotan publik, apakah DPR akan tetap mempertahankan kebiasaannya menggelar rapat di hotel mewah, atau justru mulai mempertimbangkan pilihan yang lebih efisien dan transparan?

Satu hal yang pasti, perdebatan ini belum selesai.

Yang tersisa adalah pertanyaan besar: apakah demokrasi kita sedang menuju keterbukaan, atau justru semakin terprivatisasi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!