Hak Mengelola Ampas Tambang Terkesan Upaya Pengalihan Tanggung Jawab Kerusakan Lingkungan

Penolakan sejumlah Ormas Keagamaan terhadap pemberian izin usaha pengelolaan tambang,  menjadi perhatian banyak pihak. Karena bidang usaha pengelolaan tambang sebagai bagian dari pekerjaan yang tidak gampang

Beritatrend.com. -Jakarta selasa 11/06/24. Penolakan sejumlah Ormas Keagamaan terhadap pemberian izin usaha pengelolaan tambang,  menjadi perhatian banyak pihak. Karena bidang usaha pengelolaan tambang sebagai bagian dari pekerjaan yang tidak gampang, karena bisa membuat sibuk dan kacaunya pengolahan Ormas Keagamaan sehingga tidak fokus memberi perhatian kepada umat yang diasuhnya.

Konsep masyarakat Hindu tentang  Brahmana, Wisnu, Waisya, Sudra itu sudah benar untuk menempatkan posisi  masing-masing kualitas manusia yang sesuai dengan bidang kemampuannya, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu dalam obrolan santai di Sekretariat GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) Jl. Ir. H. Juanda No. 4 A, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 Juni 2024 mengenai topik pemberian tambang bekas kepada sejumlah Ormas Keagamaan yang sedang hangat menjadi perbicaraan banyak orang.

Para pemuka agama, pada zaman dahulu mendapat dukungan dana cuma-cuma dari pemerintah, agar  tetap fokus mengelola  dan membina umatnya, tanpa harus terlibat dalam bentuk bisnis apapun, ujar Sri Eko Sriyanto Galgendu  sebagai pengusaha kuliner yang terbilang sukses di Jakarta dengan berbagai outlet yang dia kelola.

Bagi instansi  keagamaan yang harus fokus mengurus umatnya, organisasi keagamaan tak perlu ikut cawe-cawe dalam usaha bisnis apapun,  karena konsekuensi akan terpecahnya konsentrasi dari upaya pengelolaan dan pembinaan umat. Sehingga upaya untuk membangun etika, moral dan akhlak bagi umat menjadi terpecah, ujar  Sri Eko Sriyanto Galgendu yang telah mendapat kepercayaan dari para tokoh agama sebagai Pemimpin Spiritual Nusantara.

Jadi, semua elemen agama harus bebas dari bisnis agar tetap fokus pada bidang pekerjaannya mengasuh umat, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu menguraikan pendapatnya. Sebab dalih pemerintah untuk memberi kesempatan kepada Ormas keagamaan, seperti diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, 7 Juni 2024, seraya merinci enam lahan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) untuk dikelola oleh Ormas Keagamaan, Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

Adapun eks perusahaan yang ditawarkan pemerintah kepada Ormas Keagamaan ini adalah PT. Arutmin Indonesia, PT. Kendilo Coal Indonesia, PT. Kaltim Prima Coal, PT. Adaro Energy Tbk, PT. Multi Harapan Utama dan PT. Kidero Jaya Agung. Informasi yang diperoleh, PB. NU (Nahdatul Ulama) sudah menerima konsesi tambang bekas itu karena PB. NU telah memproses Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) untuk eks lahan PT. Kaltim  Prima Coal.

Sedangkan PP. Muhammadiyah, KWI ( Konferensi Wali Gereja Indonesia dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) tegas menolak konsesi ijin tambang yang tinggal ampasnya itu. (Tempo, 11 Juni 2024). Meski kebijakan tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 yang mengubah PP No. 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

“Kami dengan segala kerendahan hati menyatakan bahwa HKBP tidak akan melibatkan diri sebagai Gereja untuk bertambang”, tegas Ephorus HKBP, Pendeta Robinson Butarbutar dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo, Sabtu, 8 Juni 2024. Kecuali itu, dia juga mengurai sikap tegas HKBP ini berdasarkan konfesi bshwa HKBP memiliki tanggung jawab untuk menjaga lingkungan dari eksploitasi manusia atas nama pembangunan, karena eksploitasi sumber daya alam telah terbukti menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan dan pemanasan global.

“Kita menyaksikan tanggung jawab manusia untuk melestarikan semua ciptaan Allah supaya manusia dapat bekerja dengan sehat dan sejahtera”, kata Robinson Butarbutar mengutip Mazmur 8: 4-10.

Dalam konteks inilah, kecerdasan spiritual terkesan hendak dilumpuhkan dengan cara membelah umat beragama untuk ikut berbisnis yang jauh dari bidang pekerjaan mereka, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu. Kecuali itu juga, kesan ingin mengalihkan tanggung jawab terhadap kerusakan alam yang sudah dilakukan oleh pengusaha tambang sebelumnya akan menjadi tanggung jawab Ormas Keagamaan yang menerima atau  meneruskan usaha tambang yang sudah tinggal ampasnya itu. (Jacob Ereste).*

error: Content is protected !!
Exit mobile version