Beritatrend.com. -Jakarta selasa,09/07/24. Pernyataan Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, I Gusti Ketut Astawa bahwa pihaknya menghormati aduan sebagai hak setiap warga masyarakat, seperti yang dilakukan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat, Hari Purwanto atas dasar temuannya indikasi praktik tak sehat ditubuh Bapannas (Badan Pangan Nasional) dan Bulog (Badan Urusan Logistik) yang bertanggung jawab atas impor beras yang tidak proper dalam menentukan harga sehingga terdapat selisih harga beras impor yang cukup signifikan besaran nilainya.
Kepala Bapannas, Arief Prasetyo Adi dan Bulog Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi telah diadukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp 2,7 triliun. Keduanya juga diduga telah merugikan negara.
“Harganya jauh di diatas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up. KPK harus bergerak dan memeriksa Kepala Bapannas dan Dirut Bulog” ujar Hari Purwanto kepada pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu, 3 Juli 2024. Dia pun mengungkapkan dara yang menunjukkan bagaimana praktik dugaan mark up itu terjadi. Perusahaan dari Vietnam, Ran Long Group yang memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga 538 dolar AS per ton dengan skema FOB dan 573 dolar AS per ton dengan skema CIF”, tandas Hari Purwanto meyakinkan.
Namun dari sejumlah data yang terhimpun mengungkapkan harga realisasi impor beras itu jauh diatas harga penawaran. Sehingga dugaan mark up jadi semakin diperkuat dengan Laporan BPS (Badan Pusat Statistik) yang mencatat pada Maret 2024. Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai 371,60 juta dolar AS. Dengan kata lain, Bulog telah mengimpor beras dengan harga rata-rata 655 dolar AS per ton. Akibatnya, dari selisih nilai harga ini, telah terjadi mark up senilai 82 dolar AS per ton.
Artinya, jika mengacu pada harga penawaran beras asal Vietnam itu, selisih harganya sebesar 180.5 juta dolar AS. Jika dikonversi dengan nilai tukar dolar di Indonesia yang kini tak kurang dari Rp 15.000 per dolar AS, maka nilai selisihnya harga beras Vietnam itu tak kurang dari Rp2,7 triliun, kata Hari Purwanto. Selain itu, jumlah kerugian negara ini belum termasuk demurrage yang diduga bernilai besar setidaknya Rp 294,5 miliar akibat tertahannya 490 ribu ton beras impor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta Utara dan di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya pada pertengahan hingga akhir Juni 2024.
Untuk aduannya ini, Hari Purwanto mendesak KPK segera memeriksa Kepala Bappanas, Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengadaan impor beras yang sangat merugikan rakyat, khususnya petani Indonesia. Karena semangat impor bahan pangan untuk Indonesia tidak cuma abai terhadap nasib dan kelangsungan hidup petani Indonesia, tapi justru membunuh dan memusnahkan gairah dan semangat petani untuk mencapai kedaulatan serta ketahanan pangan yang di angankan oleh seluruh warga bangsa Indonesia. (Jacob Ereste).*