Beritatrend.com. -Jakarta senen, 03/06/24. Dalam menghadapi wacana revisi Undang-Undang Polri, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menegaskan independensi lembaganya. Hal ini terkait dengan Pasal 16 Ayat (1) dalam draf revisi tersebut yang menuntut rekomendasi Polri untuk merekrut penyidik dan penyelidik.
Menurut Alex, KPK tidak memerlukan restu dari lembaga lain, termasuk Polri, dalam merekrut personelnya. “KPK berwenang merekrut penyidik dan penyelidiknya sendiri,” tegasnya. Namun, koordinasi dengan lembaga lain seperti Polri dan Kejaksaan Agung tetap dilakukan dalam pelatihan bagi personel baru.
Dalam kritiknya terhadap revisi Undang-Undang Polri, Alex menyoroti Pasal 14 Ayat 1b yang memberikan Polri wewenang untuk mengawasi dan membina Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lembaga lain. Dia juga menekankan bahwa mandat untuk mengawasi aparat penegak hukum lain, khususnya dalam kasus korupsi, seharusnya diberikan kepada KPK.
Reaksi keras juga datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yang menilai revisi tersebut berpotensi menjadikan kepolisian sebagai lembaga super body yang dapat mengintervensi lembaga lain seperti KPK. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengungkapkan kekhawatiran bahwa Pasal 16 Ayat (1) bisa membuka pintu bagi intervensi kepolisian terhadap kasus di lembaga lain.
Sebelumnya, KPK telah membuktikan keberaniannya dalam menangani kasus korupsi di kepolisian, dengan sejarah pertempuran “Cicak Vs Buaya”. Ini menjadi catatan penting bahwa independensi KPK tidak boleh diganggu, dan upaya intervensi harus dihindari.
Kontroversi ini menyoroti pertarungan antara kekuatan independensi dan upaya-upaya intervensi dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.