Beritatrend.com. -Jakarta Minggu, 24/11/24. Kasus Mary Jane Fiesta Veloso, wanita Filipina yang terjerat hukum Indonesia akibat kasus narkoba, kini menjadi sorotan publik. Setelah berjuang selama bertahun-tahun dengan upaya hukum yang tak kunjung membuahkan hasil, akhirnya Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, menyetujui pemindahannya ke Filipina. Langkah ini membuka babak baru dalam sejarah pemindahan narapidana antarnegara, yang bukan hanya soal hukum, tetapi juga penuh dengan nilai kemanusiaan.
Mary Jane, seorang ibu dua anak, dijatuhi hukuman mati pada tahun 2010 setelah kedapatan membawa 2,6 kg heroin ke Indonesia. Meskipun permohonan peninjauan kembali dan grasi telah ditolak, keputusan untuk memindahkannya ke Filipina mencerminkan pendekatan yang lebih manusiawi. Pemindahan narapidana antarnegara, atau transfer of prisoner, memang bukan hal baru dalam hubungan internasional. Praktik ini telah ada sejak tahun 1954 dan lazim dilakukan dalam berbagai kasus.
Alasan Kemanusiaan di Balik Pemindahan
Pemindahan Mary Jane dilakukan dengan mempertimbangkan alasan kemanusiaan yang mendalam. Selama menjalani hukuman di Indonesia, Mary Jane mengalami masalah kesehatan serius, termasuk gangguan organ reproduksi yang mengharuskannya menjalani operasi. Selain itu, kedua anaknya yang masih remaja dan suaminya berada di Filipina, membuatnya semakin sulit untuk tetap berada di penjara Indonesia yang jauh dari keluarga. Kondisi ini menjadi salah satu pertimbangan penting bagi pemerintah Indonesia dalam memutuskan untuk memindahkannya.
Hal serupa juga terjadi pada 2009, ketika Samantha Orabator, seorang wanita asal Inggris yang dihukum seumur hidup di Laos atas kasus narkoba, dipindahkan ke Inggris karena alasan kemanusiaan. Samantha yang sedang hamil dikhawatirkan akan menghadapi risiko kesehatan serius jika tetap tinggal di Laos. Pemindahan semacam ini, meskipun dalam kasus yang berbeda, menunjukkan bahwa negara sering kali memilih untuk memprioritaskan kesejahteraan narapidana dalam pengambilan keputusan.
Perbandingan dengan Kasus Corby
Beberapa pihak mengaitkan kasus Mary Jane dengan kasus Schapelle Corby, wanita asal Australia yang juga dihukum di Indonesia karena narkoba. Namun, perbandingan ini tidaklah sepenuhnya tepat. Kasus Corby terjadi pada saat hubungan Indonesia-Australia sedang tegang akibat keputusan politik yang kontroversial. Indonesia menolak permohonan pemindahan Corby, sementara dengan Mary Jane, hubungan bilateral Indonesia dan Filipina yang harmonis mempermudah proses ini.
Kriteria Pemindahan Narapidana
Proses pemindahan narapidana antarnegara mengikuti beberapa kriteria utama yang tercantum dalam panduan PBB, yang disebut Model Agreement. Kriteria ini antara lain mencakup hukuman yang telah berkekuatan hukum tetap, pengakuan kedua negara terhadap perbuatan pidana yang dilakukan, dan persetujuan dari narapidana yang bersangkutan. Dalam hal ini, Mary Jane memenuhi seluruh persyaratan yang diperlukan, mulai dari status hukumnya yang tetap, pengakuan kedua negara, hingga masalah kesehatan yang dideritanya.
Selain itu, ada prinsip dasar yang harus dijaga dalam pemindahan narapidana: negara penerima tidak boleh memperberat hukuman, baik dalam jenis hukuman maupun durasinya. Hal ini memberi kepastian bahwa Mary Jane tidak akan menghadapi kondisi yang lebih buruk setelah dipindahkan ke Filipina.
Keputusan Presiden: Langkah Tepat dalam Konteks Kemanusiaan
Meskipun belum ada undang-undang yang secara spesifik mengatur pemindahan narapidana antarnegara di Indonesia, keputusan presiden untuk memindahkan Mary Jane tetap sah. Dalam hal ini, pemindahan menjadi hak prerogatif presiden, yang dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan dan kemanusiaan yang mendalam. Oleh karena itu, langkah ini bukan hanya berbicara soal hukum, tetapi juga menunjukkan sisi kemanusiaan Indonesia yang patut dihargai di mata dunia.
Kasus ini mengingatkan kita bahwa hukum tidak hanya soal aturan yang kaku, tetapi juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan dan hubungan antarnegara yang harmonis. Pemindahan Mary Jane Veloso menjadi simbol nyata bahwa dalam beberapa situasi, keadilan harus diukur dengan hati yang penuh empati.