Beritatrend.com. – Jakarta Sabtu, 08 Februari 2025 – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rano Alfath, memberikan apresiasi tinggi kepada Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri atas keberhasilannya mengungkap kasus penipuan berbasis teknologi deepfake yang mencatut nama Presiden Prabowo Subianto.
Kasus ini dianggap sebagai ancaman serius terhadap stabilitas informasi publik, kredibilitas institusi negara, dan keamanan digital nasional.
“Kami mengapresiasi kinerja Bareskrim Polri, khususnya Dittipidsiber, yang berhasil mengungkap dan menindak pelaku kejahatan digital berbasis AI. Ini adalah ancaman serius terhadap stabilitas informasi publik dan ketahanan digital nasional,” ujar Rano kepada wartawan, Jumat (7/2/2025).
Ancaman Misinformasi Berbasis AI
Rano menyoroti bahwa deepfake berpotensi besar digunakan sebagai alat penyebaran misinformasi dan disinformasi tingkat tinggi.
Teknologi ini mampu menciptakan manipulasi opini publik, rekayasa sosial, bahkan dimanfaatkan untuk kejahatan ekonomi dan politik.
“Jika dibiarkan, aksi ini bisa menciptakan distrust massal terhadap institusi negara dan melemahkan legitimasi kepemimpinan. Penanganan kasus ini bukan sekadar penegakan hukum, tetapi bagian dari strategi perlindungan demokrasi dan ketahanan digital nasional,” tambahnya.
Literasi Digital Jadi Kunci Pencegahan
Menurut Rano, kasus ini menggarisbawahi pentingnya peningkatan literasi digital di tengah pesatnya perkembangan teknologi AI.
Ia menilai bahwa rendahnya pemahaman masyarakat tentang risiko teknologi canggih seperti deepfake membuka celah bagi para pelaku kejahatan siber.
“Saya mendesak agar Polri, pemerintah, dan sektor akademik mempercepat penguatan regulasi serta literasi digital. Ini penting untuk mencegah eskalasi kejahatan berbasis AI yang semakin kompleks,” tegas Rano.
Polri Diminta Tingkatkan Kapasitas Penanganan Kejahatan Siber
Rano juga menekankan bahwa penegakan hukum terhadap kejahatan digital tidak boleh bersifat reaktif semata.
Polri harus mengembangkan metode deteksi dini deepfake, memperketat regulasi platform digital, serta meningkatkan kapasitas aparat dalam menghadapi kejahatan siber berbasis AI.
“Polri harus selalu selangkah lebih maju dalam menghadapi tantangan kejahatan siber di masa depan, termasuk dalam digital forensic dan AI-driven crime investigation,” katanya.
Kasus Deepfake Prabowo: Dua Pelaku Ditangkap
Sebagai informasi, Bareskrim Polri berhasil menangkap dua pelaku deepfake, yaitu AMA (29) dan JS (25). Keduanya diduga membuat video palsu menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) dengan wajah dan suara menyerupai Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melakukan penipuan sejak 2024.
“Pelaku mengunggah dan menyebarluaskan video di Instagram menggunakan teknologi deepfake untuk menipu korban. Hingga saat ini, ada lebih dari 100 orang yang menjadi korban,” ungkap Brigjen Himawan Bayu Adji, Dirtipidsiber Bareskrim Polri, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Jumat (7/2).
Ancaman Hukuman Berat
JS dijerat dengan UU ITE Pasal 51 Ayat 1 jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, dengan ancaman hukuman penjara hingga 12 tahun dan denda maksimal Rp12 miliar. Selain itu, JS juga dikenakan Pasal 378 KUHP terkait penipuan, dengan ancaman hukuman tambahan hingga 4 tahun penjara dan denda maksimal Rp500 juta.
“Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa kejahatan berbasis AI bukan sekadar ancaman masa depan, melainkan sudah menjadi realitas yang harus dihadapi dengan serius hari ini,” tutup Himawan.
Masyarakat Diimbau Waspada
Polri mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati terhadap konten digital yang beredar, terutama yang melibatkan figur publik.
Verifikasi informasi dari sumber resmi sangat penting untuk menghindari menjadi korban penipuan berbasis teknologi canggih seperti deepfake.