Alex Marwata Gugat Pasal 36 UU KPK

Beritatrend.com. –Jakarta Jum’at, 29/11/24. – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengajukan uji materi terhadap Pasal 36 huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal tersebut melarang pegawai KPK, termasuk pimpinan, untuk berhubungan dengan pihak terkait perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh lembaga tersebut.

Pasal 36 ayat a yang sedang digugat berbunyi: “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.”

Dalam sidang yang digelar di gedung MK Jakarta pada Kamis (28/11/2024), kuasa hukum Alex, Periati Ginting, menyampaikan bahwa pasal tersebut telah merugikan kliennya. Menurut Periati, keberadaan pasal ini sangat kontradiktif, tidak jelas batasannya, dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini terlihat dari insiden yang melibatkan Alex, di mana pertemuan dengan seseorang yang melaporkan dugaan tindak pidana korupsi malah dilaporkan sebagai tindak pidana, sesuai dengan ketentuan pasal tersebut.

“Akibat rumusan norma yang tidak jelas, Pemohon I (Alex Marwata) harus menjadi terlapor atas dugaan tindak pidana, yang sangat merugikan secara nyata,” ujar Periati.

Alex Marwata bersama dua pemohon lainnya, Lies Kartika Sari dan Maria Fransiska, menyatakan bahwa pasal tersebut telah mendiskriminasi pegawai KPK dalam hubungan sosial mereka, bahkan berpotensi disalahgunakan dalam ranah politik. Alex merasa bahwa ia menjadi “bulan-bulanan politik” akibat ketidakjelasan norma dalam pasal tersebut.

“Norma hukum terkait kelembagaan KPK harus presisi dan tidak boleh mencederai marwah penegakan hukum. Kami tidak bisa menerima ada norma yang merusak harapan penegakan pemberantasan korupsi,” tegas Alex.

Dalam permohonannya, Alex dkk meminta Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan uji materi ini dan menyatakan Pasal 36 huruf a bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, mereka juga meminta agar pasal tersebut dimaknai dengan lebih jelas, yakni melarang hubungan dengan pihak terkait perkara yang dimaksudkan untuk meringankan posisi tersangka.

“Keberadaan pasal ini telah merusak harapan kami dalam menjalankan tugas sebagai bagian dari KPK yang seharusnya bebas dari intervensi politik,” tambah Periati.

Jika gugatan ini diterima, maka Pasal 36 huruf a UU KPK akan dinyatakan tidak berlaku atau hanya berlaku dengan interpretasi yang lebih ketat. Sebagai langkah lanjutan, Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat memutuskan secara adil dan menyelesaikan ketidakpastian hukum yang telah mempengaruhi karier para pemimpin KPK.

Keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai perkara ini akan memiliki dampak besar, tidak hanya bagi para pimpinan KPK, tetapi juga bagi kejelasan hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Exit mobile version