Beritatrend.com. – Sumatera Utara Rabu, 12/02/25. – Keluarga korban pembunuhan sadis terhadap Mutia Pratiwi (26) alias Sela mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) untuk menerapkan pasal yang lebih berat kepada tersangka utama,
JFJ alias Jo. Mereka menilai pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang dikenakan saat ini tidak sesuai dengan kejahatan keji yang dilakukan tersangka.
Kuasa hukum keluarga korban, Hans Silalahi, menegaskan bahwa perbuatan tersangka jelas menunjukkan unsur perencanaan dan kekejaman luar biasa.
Oleh karena itu, pihaknya meminta agar pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan berencana diterapkan, yang ancaman hukumannya bisa berupa pidana mati atau penjara seumur hidup.
“Tidak tepat jika hanya dikenakan pasal 351. Seharusnya pasal 338 dan 340 karena ini jelas-jelas pembunuhan berencana yang dilakukan dengan sangat kejam. Tersangka melakukan aksinya di bawah pengaruh narkoba, memukul korban berulang kali menggunakan sapu hingga tewas. Sangat tidak manusiawi,” ujar Hans saat memberikan keterangan di halaman Kejatisu, Senin (10/2).
Hans juga meminta Kejatisu untuk meninjau ulang Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dikirimkan oleh pihak kepolisian.
Ia menilai terdapat ketidaksesuaian antara pasal yang diterapkan dengan fakta-fakta yang terungkap dalam rekonstruksi.
26 Adegan Keji dalam Rekonstruksi
Dalam rekonstruksi yang digelar pada Rabu (22/1/25), terungkap 26 adegan yang memperlihatkan kekejaman para pelaku terhadap korban.
“Adegan paling mengerikan adalah saat tersangka memasukkan benda tumpul ke tubuh korban dan memukulinya berulang kali. Korban tidak berdaya, dianiaya secara brutal tanpa ampun,” tambah Hans.
Selain JFJ sebagai pelaku utama, ada beberapa tersangka lain yang terlibat, termasuk S yang membantu mengangkat dan membuang jasad korban, serta EI yang membantu mencari eksekutor.
Bahkan, dua oknum anggota kepolisian, JHS dan HP, diketahui mengetahui kejadian ini namun tidak melaporkannya, menambah kompleksitas kasus ini.
Permintaan Sidang Dipindahkan ke Medan
Keluarga korban juga meminta agar persidangan tidak digelar di Pematangsiantar, melainkan di Pengadilan Negeri Medan.
Mereka khawatir akan adanya tekanan karena tersangka memiliki pengaruh di Siantar.
“Kami mohon persidangannya di Medan, supaya keluarga tidak merasa tertekan. Kami ingin keadilan ditegakkan tanpa ada intervensi,” tegas Hans.
Ibu korban, yang masih diliputi duka mendalam, hanya bisa berbisik pelan dengan air mata yang terus mengalir.
“Kami minta keadilan untuk anak kami. Sidangnya di Medan, dan pasal pembunuhan yang sesuai,” ujarnya penuh haru.