Beritatrend.com. – Batubara, Sumatra Utara – Sebuah portal yang diduga dipasang oleh Jannes alias Acai bersama rekannya di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batubara, akhirnya dibongkar secara paksa oleh Ketua Umum Pemuda Merga Silima (PMS) yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Gerakan Pekerja Buruh Indonesia Raya (GPBI) Sumatera Utara, Mbelin Brahmana.
Pembongkaran yang dilakukan menggunakan ekskavator pada Selasa (18/3/2025) itu menjadi momen yang disambut gembira oleh masyarakat setempat.
Pasalnya, portal tersebut telah menghalangi akses utama warga yang setiap hari bergantung pada jalan itu untuk mencari nafkah—mencari kerang, kepiting, dan ikan.
Demi Keadilan, Portal Dibongkar
Mbelin Brahmana menegaskan bahwa tindakan ini dilakukan untuk membela hak rakyat.
“Jalan ini adalah hak masyarakat! Portal ini jelas-jelas merampas kemerdekaan mereka. Bagaimana mereka bisa melintas jika jalan ini ditutup?” tegasnya.
Selain membuka akses jalan, Mbelin juga meminta kepolisian menyelidiki status kepemilikan kebun sawit di sepanjang jalan yang diportal tersebut.
“Harus jelas berapa luas kebun ini dan apakah izinnya sesuai. Jika ada perkebunan di sini, seharusnya pemiliknya juga menyediakan akses jalan untuk masyarakat, bukan malah menutupnya!” tambahnya.
Masyarakat Resah, Polisi Diminta Bertindak
Sejak portal itu berdiri, masyarakat Desa Gambus Laut merasa resah dan kesulitan melintas.
Mereka bahkan telah menyurati Polres Batubara agar segera menindak pihak yang bertanggung jawab atas pemortalan jalan tersebut.
Warga menuding pemilik kebun sawit, Jannes (Acai) dan Ahuat, bertindak sewenang-wenang dengan memasang portal serta merusak jalan yang menjadi akses utama nelayan dan petani setempat.
“Kami sudah berulang kali meminta Acai membongkar portal ini, tapi tidak dihiraukan. Mata pencaharian kami jadi terganggu, sementara mereka yang punya kebun justru bersikap arogan!” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Menurut warga, jalan yang diportal ini awalnya adalah milik pribadi atau di bawah kewenangan PT Jui Shin Indonesia.
Bahkan, perusahaan itu telah mengeluarkan dana Rp 90 juta untuk membangun jalan tersebut sejak 2008, memperlebar dari 3 meter menjadi 6 meter dan memperpanjangnya hingga 1,5 km.
Kepentingan Tambang vs. Hak Masyarakat?
Keberadaan portal ini juga berdampak pada aktivitas pertambangan PT Jui Shin.
Akibat jalan yang tertutup, operasional tambang pun terhenti, sehingga masyarakat kehilangan kompensasi yang biasanya diberikan oleh perusahaan.
“Dulu ada kompensasi dari tambang ke warga. Tapi karena jalan diportal, operasional mereka berhenti dan kami kehilangan pendapatan tambahan,” ungkap tokoh masyarakat Syafrizal.
Sementara itu, Umri (52), warga yang mengaku menjadi saksi dalam penyerahan jalan dari Hermanto Budoyo kepada perwakilan PT Jui Shin Indonesia pada 2009, mempertanyakan klaim kepemilikan yang digunakan untuk memasang portal.
“Saya saksi langsung saat jalan ini diserahkan ke PT Jui Shin. Kenapa sekarang ada orang yang tiba-tiba mengaku punya tanah ini dan malah berani menutupnya?” katanya.
Harapan Masyarakat: Jalan Dibuka Permanen
Kini, setelah portal dibongkar, masyarakat berharap akses jalan ini tetap terbuka tanpa ada gangguan lagi.
“Kami hanya ingin jalan ini tetap bisa kami lalui seperti dulu. Jangan ada lagi penutupan yang menyusahkan kami,” ujar Ahmad Logo, warga yang sehari-hari mencari ikan di kawasan tersebut.
Masyarakat juga meminta pemerintah dan aparat kepolisian turun tangan untuk memastikan tidak ada lagi tindakan sepihak yang merugikan banyak orang.
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana konflik kepentingan antara pemilik lahan, perusahaan, dan masyarakat bisa berujung pada ketegangan.
Satu hal yang pasti, bagi masyarakat Desa Gambus Laut, akses jalan bukan sekadar infrastruktur—melainkan jalur kehidupan mereka.