Menelusuri Jejak Spiritual Para Nabi Yang Mendapat Karomah Allah

Kisah para Nabi yang banyak mendapatkan mukjizat dan keistimewaan dari Allah memang sulit dipahami, karena untuk memahami memang harus tersuruk masuk dalam belantara sejarah yang jauh hingga ribuan tahun silam.

Beritatrend.com. -Jakarta rabu, 12/06/24. Kisah para Nabi yang banyak mendapatkan mukjizat dan keistimewaan dari Allah memang sulit dipahami, karena untuk memahami memang harus tersuruk masuk dalam belantara sejarah yang jauh hingga ribuan tahun silam. Kisah Nabi Ibrahim Alaihi Salam diakui oleh semua penganut agama Samawi (langit) yang sangat dipercaya sebagai Bapaknya dari para Nabi yang lahir kemudian untuk menegakkan tauhid hingga bersedia dia dibakar oleh mereka yang menyembah berhala. Nukilan sejarah ini sudah klier menjadi fakta sejarah yang dipercaya oleh umat manusia. Jadi, betapa pentingnya tauhid itu, sehingga harus ditebus dengan pertaruhan nyawa.

Jejak-jejak Nabi Ibrahim Alaihi Salam sudah ditelusuri sampai beragam fosil purbakala kuno sekedar untuk lebih meyakinkan bahwa perjalan sejarah Nabi Ibrahim yang jelas dan tegas ingin mencari hakekat Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hasil penelusuran sejarah yang juga bernilai sastra, sudah ditulis oleh Abbas Machmud Al Aqqad, lelaki kelahiran Mesir dengan sangat meyakinkan, karena belum ada rujukan sandingan yang bisa membantahnya. Setidaknya, karya sejarah yang kaya nilai sastranya ini merujuk pada berbagai kitab suci serta beragam referensi hingga jejak arkeologi yang sangat meyakinkan paparan risalahnya bahwa tauhid telah menandai peradaban serta pemahaman spiritual manusia. Dan yang lebih penting dari semua itu, kisah Nabi Ibrahim dapat ini dijadikan rujukan bagi yang percaya pada agama Samawi — Islam, Kristen dan Yahudi — untuk menemukan hakikat Tuhan dan berhasrat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan agar tak tersesat di jalan terang (agama) melalui pendakian jalan spiritual.

Syahdan, risalah tauhid atau monotiesme yang dipapar Abbas Mahmud Al Aqqad dalam perspektif sejarawan dan sastra yang indah ini patut disyukiri sekaligus dapat dipahami sebagai penemuan yang sangat penting dan luar biasa bagi manusia dalam mengubah dan meluruskan arah dari laku spiritualitas manusia hari ini untuk menemukan hakikat Tuhan.

Perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW yang sangat dramatik dari Masjid Haram ke Majid Aqsha dan terus ke Sidratul Muntaha — langit ke tujuh hanya dalam waktu kurang dari semalam serta langsung kembali ke bumi serta singgah di kedua masjid yang kini sangat bernilai sejarah di tengah kebiadaban Isreal yang hendak memusnahkan juga situs bersejarah itu bersama bangsa Palestina. Letak Masjidil Haram berada di kota Mekkah, Saudi Arabia. Sedangkan Masjidil Aqsha berada di kota Yerusalem, Palestina. Syahdan, dalam perspektif ilmu fisika, perjalan spiritual Nabi Muhammad SAW ini sungguh tidak terjangkau oleh rumus apapun dengan akal sehat. Karena jarak antara Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha tidak kurang dari 1.500 kilometer. Artinya, kalau harus ditempuh dengan berjalan kaki seperti yang dilakukan Nabi, maka diperlukan waktu paling sedikit 40 hari lamanya. Dan kalau ditempuh dengan kendaraan bermesin, minimal diperlukan waktu 12 hingga 15 jam lamanya. Karena bisa dikata setara dengan jarak dari Jakarta ke Surabaya.

Nabi Ibrahim Alaihis Salam sebagai Bapak para Nabi karena ada 19 Nabi yang ada merupakan keturunan beliau — termasuk Nabi Muhammad SAW dari jalur Nabi Ismail — juga menjadi kekasih Allah (Khalilullah) karena kepribadian dan sikapnya yang lurus, patut menjadi tauladan bagi semua manusia yang beriman, beramal dan berakhlak mulia.

Dari kajian mendalam tentang Al Qur’an, surat An Nahl (16) dan surat Al Kahfi (18) dapat dipahami sebagai simbol dari kecerdasan intelektual dan simbol dari kecerdasan spiritual. Surat Al Nahl (Lebah) dipahami sebagai kecerdasan intelektual, sedangkan Al Kahfi (Penghuni-penghuni goa) dapat dipahami sebagai kecerdasan spiritual. Boleh jadi laku spiritual yang terus berkembang sampai hari ini cenderung dilakukan juga di berbagai goa atau tempat-tempat yang dianggap menyimpan kekuatan gaib, seperti makam para leluhur dan para raja maupun di makam tokoh yang memiliki karomah luar biasa pada semasa hidupnya.

Pengalaman spiritual serupa ini banyak juga dialami oleh para Nabi terdahulu, meski dalam bentuk bentuk atau wujudnya yang berbeda-beda, seperti yang dimiliki 25 Nabi yang sangat patut menjadi contoh ketaatannya kepada Tuhan, kecintaannya terhadap sesama manusia dan penghargaannya kepada alam jagat dan seisinya.

Selain Nabi Ibrahim Alaihi Salam, Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa memperoleh barokah langsung dari Allah SWT dengan Roh Kudus, mampu berbicara dengan manusia semasa masih balita hingga dewasa, serta hikmah tentang Taurat dan Injil, membuat seekor burung dari tanah serta mampu menyembuhkan orang buta sejak lahir dan menyembuhkan banyak orang terkena penyakit kusta hingga menghidupkan orang yang telah dikubur dengan seijin Allah. Bahkan Nabi Isa Alaihi Salam mampu menghalangi Bani Israil yang hendak membunuh dirinya.

Demikian juga Nabi Ismail anaknya Nabi Ibrahim dari istri keduanya yang bernama Siti Hajar. Jadi, kalau syarat minimal yang ideal untuk seorang pemimpin dalam konsepsi spiritual adalah memiliki etika, moral dan akhlak yang mulia seperti yang kedepankan oleh aktivis pergerakan kebangkitan dan kesadaran spiritual — sungguh tepat dan jitu mensyaratkan bahwa etikabilita dengan intelektualitas harus dan patit ditakar oleh tingkat kecerdasan spiritualitas.

Dalam konteks inilah pengertian profetik menjadi sangat relevan dalam pengembaraan spiritual mengikuti jejak para Nabi untuk memasuki pintu-pintu kebaikan dan menutup pintu-pintu keburukan. Seperti hakikat terdalam dari hablumminallah hablum minnannas yang menekanlan betapa prntingnya hubungan mamusia dengan Tuhan yang sepenuhnya berada pada wilayah spiritual dan hubungan manusia dengan manusia yang cukup dominan dipengaruhi oleh dimensi jntelektual. Artinya, kedua kecerdsdan tersebut harus dipadulan dalam satu sikap guna menggapai nilai kesempurnaan maksimal dalam menata kehidupan dengan kebaikan kebaikan dan menghindari keburukan. Maka itu ajaran dan tuntunan agama yang benat dapat diwujudkan melalui ibadah yang sungguh luas spektrumnya. Karena ibadah tak cuma sebatas hubungan dengan Tuhan, tetapi juga tata hubungan kemanusiaan dengan menusia yang lain. Hingga pemahaman makna terdalam dari hablum minallah, hablum minannas dapat memberi manfaat kepada semua pihak, bagi para pelaku dan untuk meteka yang bisa ikut merasakan hasilnya.

Perayaan Haro Raya Idul Adha (Qurban), tidak cuma simbolik dari kepatuhan umat manusia terhadap Tahun yang memandai laku spiritual Nabi Ibrahim Alaihi Salam, tetapi juga memberi manfaat bagi orang banyak untuk ikut juga menikmati daging hewan qurban. Karena itu, untuk keabsahan dari daging hewan qurban itu harus dibagi-bagikan secara tulus dan ikhlas kepada siapa saja yang merasa berhak untuk menikmatinya secara bersama.

(Jacob Ereste).*

error: Content is protected !!
Exit mobile version