Beritatrend.com. – Jakarta, 15 November 2024. – Dalam langkah berani untuk memberantas praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat dan negara, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa untuk pertama kalinya, seorang tersangka tindak pidana pertanahan dikenakan “pasal pemiskinan”. Langkah ini diambil menyusul terungkapnya kasus besar di kawasan Dago Elos, Kota Bandung, dengan total kerugian yang mencapai Rp3,65 triliun.
Dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Kamis (14/11/2024), Nusron Wahid menyampaikan bahwa kasus ini melibatkan mafia tanah yang telah terbukti melakukan pemalsuan dokumen dan keterangan palsu dalam transaksi tanah. “Tindak pidana murni sudah terbukti, dan pelaku sudah divonis 3,5 tahun penjara. Tidak berhenti di situ, kami juga menindaklanjuti dengan penanganan tindak pidana pencucian uang, ini langkah tegas agar mafia tanah merasa jera,” ujar Nusron.
Menurutnya, langkah hukum yang diambil ini adalah bentuk komitmen pemerintah untuk memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana pertanahan. “Kami akan menelusuri dan menyita aset-aset yang diduga hasil kejahatan. Aset-aset tersebut akan dikembalikan kepada negara dan masyarakat jika terbukti merugikan mereka,” tegasnya.
Langkah ini menandai titik balik dalam pemberantasan mafia tanah di Indonesia. Sebelumnya, para pelaku kejahatan pertanahan sering kali hanya dihukum dengan hukuman penjara ringan, namun kali ini hukumannya jauh lebih berat dengan adanya upaya untuk “memiskinkan” para pelaku. Hal ini diharapkan akan memberi pesan kuat kepada semua pihak bahwa kejahatan pertanahan tidak akan ditoleransi.
Kerugian Negara dan Masyarakat yang Signifikan
Kasus mafia tanah di Dago Elos, yang pertama kali dibongkar pada 18 Oktober 2024 oleh Menteri ATR/BPN sebelumnya, Agus Harimurti Yudhoyono, melibatkan pemalsuan surat dan akta otentik. Kejahatan ini terjadi di wilayah metropolitan yang sangat strategis, menjadikannya lebih dari sekadar masalah tanah, melainkan juga ancaman terhadap kestabilan ekonomi dan sosial.
Dengan nilai kerugian yang mencapai lebih dari Rp3,6 triliun, kasus ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah tindak pidana pertanahan di Indonesia. Tanah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, justru jatuh ke tangan segelintir oknum yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.
Menteri Nusron menegaskan, pengungkapan kasus ini dilakukan dengan mengacu pada asas hukum yang jelas: “In criminalibus probationes bedent esse luce clariores” (dalam perkara pidana, bukti harus lebih terang dari cahaya). Dengan bukti yang sudah sangat kuat, tidak ada celah bagi pelaku untuk menghindari hukum.
“Proses hukum terhadap mafia tanah ini akan terus kami kawal. Kami juga berterima kasih kepada Polda Jabar yang telah bekerja keras mengungkap kasus ini. Ini adalah langkah penting dalam melawan kejahatan pertanahan yang sudah meresahkan masyarakat,” tambahnya.
Di samping pengungkapan kasus Dago Elos, Menteri Nusron berharap keputusan ini bisa menjadi pemicu perubahan dalam penanganan kejahatan pertanahan di Indonesia. “Kami ingin agar kasus ini menjadi contoh, agar mafia tanah lainnya berpikir dua kali untuk melanjutkan kejahatan mereka,” ujarnya.
Pemberantasan mafia tanah kini semakin masif dengan pembentukan berbagai tim khusus, termasuk Satgas Anti-Mafia Tanah yang dipimpin oleh Arif Rachman, serta dukungan dari aparat Kepolisian dan Kejaksaan. Para petinggi Kementerian ATR/BPN juga telah memperkuat sinergi dengan pihak berwenang untuk memastikan bahwa kejahatan pertanahan tidak lagi terjadi di masa depan.
Mengembalikan Tanah untuk Rakyat
Dengan adanya langkah tegas ini, diharapkan kerugian negara yang terjadi akibat mafia tanah dapat dikembalikan, dan tanah yang telah diselewengkan bisa dimanfaatkan kembali untuk kesejahteraan masyarakat. Kasus ini menjadi bukti bahwa pemerintah Indonesia serius dalam menangani masalah mafia tanah yang telah lama meresahkan rakyat.
Sebagai tambahan, Menteri Nusron juga mengingatkan agar semua pihak menjaga integritas dalam urusan pertanahan. “Tidak ada tempat bagi mereka yang mencoba merusak tatanan hukum dan merugikan masyarakat dalam proses pengelolaan tanah,” pungkasnya.
Kasus ini bukan hanya kemenangan bagi pemerintah, tetapi juga sebuah harapan bagi masyarakat yang selama ini merasa terpinggirkan dan dirugikan oleh oknum-oknum mafia tanah. Pemerintah kini menunjukkan bahwa mereka tidak akan ragu untuk mengambil langkah tegas, termasuk menindaklanjuti dengan hukuman yang lebih berat untuk para pelaku kejahatan pertanahan.