Beritatren.com, -Jakarta rabu, 22/05/24. Keputusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk menunda pembacaan putusan sidang kode etik terhadap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menuai reaksi keras dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Penundaan ini dilakukan setelah Dewas menerima salinan putusan PTUN yang mengabulkan gugatan Ghufron dan memerintahkan penundaan pemeriksaan etik.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan kekecewaannya dan menilai bahwa keputusan ini tidak adil. “Saya kecewa, seharusnya putusan tetap dilanjutkan karena kemarin sudah dimusyawarahkan dan tinggal membacakan,” ujarnya kepada wartawan pada Selasa (21/5/2024).
Boyamin menyoroti keterlambatan putusan PTUN yang baru diterima pada Selasa (21/5), padahal proses etik sudah memasuki tahap akhir. Menurutnya, hal ini tidak seharusnya menjadi alasan untuk menunda pembacaan putusan. “Putusan PTUN mestinya tidak menahan putusan yang sudah dimusyawarahkan. Ini harusnya tetap dibacakan,” tegasnya.
Ia juga membandingkan dengan kasus Firli Bahuri, di mana Dewas tetap membacakan putusan etik meski Firli telah mengundurkan diri. “Dewas harus melanjutkan, belajar dari kasus Pak Firli. Pak Firli sudah mengundurkan diri tapi putusannya tetap dibacakan karena sudah selesai musyawarah dan sidang,” tambah Boyamin.
Boyamin menilai bahwa tindakan Dewas ini tidak adil dan tidak konsisten. “Menunda seperti ini tidak adil. Kalau bicara menghormati kehendak Pak Firli, ya tidak dibacakan karena sudah mengundurkan diri. Ini putusan sudah ada hasilnya kemarin, mestinya tinggal bacain,” ujarnya.
Dewas KPK Hormati Penetapan PTUN
Di sisi lain, Ketua Dewas KPK, Tumpak H Panggabean, menjelaskan bahwa keputusan menunda pembacaan putusan etik terhadap Ghufron adalah bentuk penghormatan terhadap putusan PTUN yang bersifat final dan mengikat. “Kami menghormati penetapan ini karena berlaku final dan mengikat, tidak dapat diganggu gugat,” kata Tumpak dalam sidang etik di gedung ACLC KPK, Selasa (21/5).
Tumpak menjelaskan bahwa PTUN telah memerintahkan Dewas untuk menunda pemeriksaan etik terhadap Ghufron. “PTUN Jakarta memerintahkan kami untuk menunda tindakan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik atas nama Nurul Ghufron. Kami sudah mendapatkan penetapan yang memerintahkan kami untuk menunda,” jelasnya.
Penundaan ini menambah panjang daftar kontroversi yang melibatkan KPK dan Dewas, serta menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi dan integritas penegakan etik di lembaga antirasuah tersebut. Dengan berbagai pihak yang terus memantau, publik menunggu langkah selanjutnya dari Dewas KPK dalam menuntaskan kasus ini.