Bima Arya Pastikan Retreat Kepala Daerah 2024 Bersih dan Transparan

Terkait Dugaan Korupsi Dalam Pelaksanaan Retreat Kepala Daerah Untuk Pilkada 2024.

Beritatren.com. – Jakarta  -Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menanggapi laporan yang masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi dalam pelaksanaan retreat kepala daerah untuk Pilkada 2024.

Bima Arya dengan tegas membantah adanya unsur korupsi dalam acara yang diadakan di Akademi Militer, Magelang, pada 21-28 Februari 2025 tersebut.

Menurut Bima, seluruh anggaran untuk kegiatan retreat tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang biasanya lebih rentan terhadap praktek penyalahgunaan.

“Kami pastikan semuanya sesuai dengan aturan yang berlaku dan transparan, tidak ada dana yang berasal dari APBD,” ujar Bima Arya saat ditemui di Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, pada Senin (3/3/2025).

Bima bahkan menyambut baik adanya laporan dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke KPK, yang mencurigai adanya praktik korupsi dalam pelaksanaan retreat kepala daerah.

“Kami berterima kasih kepada masyarakat yang aktif mengawasi jalannya pemerintahan. Kami akan siap jika diminta melaporkan penggunaan dana retreat ini secara rinci ke KPK,” tambahnya.

Namun, laporan yang mencuat ke publik ini tidak luput dari kontroversi.

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, yang melaporkan dugaan tersebut, menyatakan kecurigaan mereka pada penunjukan PT Lembah Tidar sebagai penyelenggara acara.

Menurut mereka, perusahaan tersebut diduga memiliki keterkaitan dengan kader Partai Gerindra, yang berpotensi menciptakan konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa.

Lebih lanjut, pakar hukum tata negara, Feri Amsari, menilai bahwa proses pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah tidak transparan dan terkesan terburu-buru.

“Proses pengadaan barang dan jasa pelatihan ini juga tidak mengikuti standar yang seharusnya, yang harus dilakukan secara terbuka,” katanya.

Selain itu, dugaan lain yang mengemuka adalah mengenai biaya yang harus dibayar oleh kepala daerah untuk berpartisipasi dalam retreat.

Peneliti dari Perkumpulan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Annisa Azahra, menilai hal ini tidak hanya membingungkan, tetapi juga menciptakan ketidakadilan bagi kepala daerah yang terlibat.

“Ternyata, kepala daerah diminta untuk menyetor sejumlah uang untuk mengikuti acara ini, yang seharusnya tidak menjadi beban mereka,” ungkap Annisa.

Selain itu, Annisa juga mempertanyakan transparansi lokasi pelaksanaan retreat.

Menurutnya, tidak ada bukti yang jelas bahwa tempat tersebut telah melalui proses yang sah dan benar untuk menjadi penyelenggara acara.

Meski begitu, Bima Arya tetap berpendapat bahwa retreat tersebut memberikan nilai tambah bagi kepala daerah terpilih untuk lebih memahami tugas dan tanggung jawab mereka.

“Kami ingin memastikan bahwa semua kepala daerah yang terpilih bisa langsung bergerak dengan pengetahuan yang jelas tentang peran mereka dalam pemerintahan,” ujarnya.

Dengan segala perdebatan yang muncul, pelaksanaan retreat kepala daerah ini menjadi sorotan publik yang tidak hanya menyentuh masalah administrasi, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran negara.

Kini, seluruh mata tertuju pada KPK untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan korupsi yang telah dilaporkan, sementara pemerintah, lewat Bima Arya, berkomitmen untuk tetap menjaga integritas dalam setiap langkahnya.

Exit mobile version