Beritatrend.com. – Jakarta Senen, 10/02/25. – Hasil survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa 77% responden yang mengetahui kasus Harun Masiku meyakini keterlibatan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam skandal suap tersebut.
Temuan ini memicu respons beragam dari berbagai pihak, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM).
KPK Pilih Fokus, Bukan Tanggapi Survei
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan bahwa lembaganya tidak akan memberikan komentar terkait survei tersebut.
Meski demikian, Tessa mengapresiasi kepercayaan publik terhadap kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
“KPK tidak akan memberikan tanggapan terhadap objek survei tersebut. Namun kami bersyukur bahwa masyarakat masih memberikan nilai positif terhadap kinerja pemberantasan korupsi, khususnya yang dilakukan oleh KPK,” ujar Tessa kepada wartawan, Minggu (9/2/2025).
Tessa menambahkan bahwa hasil survei ini menjadi dorongan moral bagi KPK untuk terus mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi.
“Hal ini akan menjadi dorongan bagi KPK untuk dapat lebih mengoptimalkan kerja-kerja pemberantasan korupsi ke depan,” tambahnya.
Pukat UGM: Survei Bukan Tolok Ukur Proses Hukum
Di sisi lain, Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, kepercayaan publik melalui survei tidak bisa dijadikan acuan dalam proses penegakan hukum.
“Proses penegakan hukum itu tidak bisa diukur menggunakan survei dari kepercayaan masyarakat. Sedikit atau banyak yang percaya pada suatu kasus, semua dikembalikan pada proses penegakan hukum,” tegas Zaenur.
Ia menambahkan bahwa masyarakat sebaiknya berperan sebagai pengawas untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan.
“Masyarakat bisa melakukan pengawasan terhadap proses penegakan hukum yang dilangsungkan, apakah sesuai dengan hukum atau melenceng. Itu yang bisa dilakukan,” ujarnya.
Zaenur menekankan pentingnya alat bukti dalam proses hukum, bukan opini publik.
“Bahkan jika 100 persen masyarakat percaya seseorang melakukan tindak pidana, itu tidak akan berpengaruh pada proses pidana yang dijalankan. Semua bergantung pada prosedur dan alat bukti,” tambahnya.
Rincian Survei LSI: Mayoritas Publik Percaya Hasto Terlibat
Survei LSI ini dilakukan pada 20–28 Januari 2025, melibatkan 1.220 responden WNI berusia 17 tahun ke atas yang memiliki hak pilih.
Metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan wawancara tatap muka. Survei ini memiliki margin of error sebesar ±2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, mengungkapkan bahwa dari 38,2% responden yang mengetahui kasus Hasto, sebanyak 77% di antaranya percaya bahwa Hasto terlibat dalam kasus suap anggota KPU dan dugaan menghalangi penangkapan buronan Harun Masiku.
“Masyarakat meyakini bahwa yang bersangkutan memang terlibat kasus. Ini salah satu cerminan mengapa masyarakat memberikan penilaian yang masih positif terhadap kinerja pemberantasan korupsi,” jelas Djayadi dalam pemaparan daring, Minggu (9/2).
Antara Persepsi Publik dan Fakta Hukum
Temuan LSI ini menunjukkan adanya kesenjangan antara persepsi publik dan prinsip-prinsip dasar penegakan hukum. Meski kepercayaan publik tinggi, proses hukum tetap harus berjalan berdasarkan bukti yang sah di mata hukum.
Apakah opini publik akan memengaruhi jalannya kasus ini?
Seperti yang ditekankan Pukat UGM, jawabannya tetap sama: hukum berdiri di atas bukti, bukan opini.
Namun, suara publik bisa menjadi dorongan moral bagi penegak hukum untuk bekerja lebih transparan dan akuntabel.
Kasus ini pun menjadi cermin bagaimana dinamika antara kepercayaan publik, proses hukum, dan pemberantasan korupsi di Indonesia terus berkembang.
Apakah kebenaran akan terungkap sepenuhnya? Waktu yang akan menjawab.