Beritatrend.com. – Kabupaten Bekasi Sabtu, 25/01/25. – Polemik mencuat terkait penanganan hukum terhadap Jiovanno Nahampun, anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan ancaman kekerasan melalui media elektronik.
Surat penetapan tersangka bernomor S.Tap/312/XII/1.24/2024/Retro Bekasi tertanggal 16 Desember 2024 kini menjadi sorotan publik, terutama karena Jiovanno hingga kini belum ditahan.
Pasal 29 jo 45B UU No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU No. 11 Tahun 2008 menjadi dasar hukum yang menjerat Jiovanno.
Namun, hingga lebih dari sebulan sejak status tersangka ditetapkan, aparat penegak hukum terkesan berhati-hati untuk menindaklanjuti kasus ini.
Pertanyaan besar pun muncul: apakah status Jiovanno sebagai anggota DPRD menjadi “perisai” yang membuatnya sulit disentuh hukum?
Ketua IWO: Jangan Ada Istimewa di Depan Hukum
Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO-INDONESIA) DPD Kabupaten Bekasi, Ade Hamzah alias Ade Gentong, turut bersuara lantang.
Ia mempertanyakan mengapa Jiovanno yang sudah jelas ditetapkan sebagai tersangka tidak juga ditahan.
“Seharusnya semua sama di mata hukum. Sampai saat ini yang kami ketahui tersangka belum ditahan.
Ini menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat,” ujar Ade pada Sabtu (25/01/2025).
Ade juga menyinggung sikap Jiovanno yang justru melayangkan somasi kepada sejumlah media, yang memberitakan statusnya sebagai tersangka.
“Padahal, hak koreksi dan hak jawab itu untuk informasi yang masih ambigu. Tapi ini sudah jelas, Jiovanno ditetapkan sebagai tersangka. Kenapa malah sibuk menyomasi media?” kritiknya.
Politisi atau Sosok Arogan?
Kasus ini semakin menarik perhatian publik karena dugaan pengancaman yang dilakukan Jiovanno bertolak belakang dengan perannya sebagai wakil rakyat.
Dalam era demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan kebebasan berpendapat, tindakan Jiovanno dianggap mencoreng citra DPRD.
Sikapnya yang melayangkan somasi kepada media juga dinilai sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers.
“Alih-alih memberikan klarifikasi dengan elegan, dia malah menunjukkan arogansi. Ini sangat memprihatinkan,” imbuh Ade.
Polisi Didesak Transparan
Publik kini menunggu langkah tegas dari Polres Kabupaten Bekasi.
Jika benar-benar ada asas equality before the law, maka status Jiovanno sebagai anggota DPRD seharusnya tidak menjadi penghalang untuk menegakkan hukum.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan keberanian aparat hukum dalam menindak siapa pun, tanpa pandang bulu.
Apakah hukum benar-benar tumpul ke atas dan tajam ke bawah, atau masih ada harapan bagi keadilan yang sebenarnya? Waktu akan menjawab.
Satu hal yang pasti, rakyat kini tidak hanya menilai Jiovanno, tetapi juga aparat penegak hukum yang menangani kasus ini.
Masyarakat butuh kepastian bahwa hukum benar-benar berlaku untuk semua.